Sabtu, 18 April 2009

Peranan Ternak Puyuh Dalam Peningkatan Ekonomi Keluarga

PENDAHULUAN

Puyuh (quail) pada mulanya memang kurang mendapat perhatian dari pada peternak, tubuh dan telurnya yang kecil dengan cara hidup yang liar dianggap tidak dapat diternakkan dan kalau pun bisa merepotkan. Akibatnya banyak kalangan yang beranggapan bahwa beternak puyuh tidak akan pernah membawa keuntungan sama sekali
Dilihat dari segi pengelolaan sampai sekarang peternak kebanyakan masih selalu memakai metode coba – coba. Karena memang metode beternak puyuh belumlah semapan beternak unggas lainnya seperti ayam atau itik. Sehingga dalam beternak pun informasi ternak ayamlah biasanya digunakan untuk beternak puyuh

PEMBAHASAN
Puyuh sebagai salah satu ternak unggas cocok diusahakan sebagai usaha sambilan maupun komersial sebab, telur dan dagingnya semakin popular dan dibutuhkan sebagai salah satu sumber protein hewani yang cukup penting. Usaha ini diharapkan dapat menjadi pendorong lebih dikembangkannya usaha ternak puyuh secara lebih lanjut.
Manfaat Beternak Puyuh
beternak puyuh selain dapat untuk sekadar menyalurkan hobi dan juga untuk usaha kecil-kecilan (rumahan) dan besar- besaran (komersial) maupun sebagai usaha sampingan disetiap umur, puyuh mempunyai nilai jual yang lumayan tinggi. Dari telur konsumsi, telur tetas, hingga bibit dan afkirannya masih dapat dijadikan uang. Bahkan bulu dan kotorannya pun memberi manfaat.
- Telur
Telur puyuh mempunyai nilai kandungan gizi yang tinggi, tidak kalah dengan ternak unggas lainnya. Selian itu rasa nya juga lezat dan dapa disajikan dalam aneka bentuk dan rasa. Bahkan telur puyuh dipercaya memberi kekuatan sehingga sering digunakan sebagai obat kuat dan campuran untuk minim jamu atau anggur. Dilihat dari kandungan protein dan lemaknnya dapat dikatakan telur puyuh lebih baik dibandingkan telur unggas lainnya. Sebab telur puyuh mengandung protein yang tinggi tetapi kadar lemaknya rendah
- Daging
Daging puyuh umumnya diambil dari puyuh yang sudah afkir yaitu puyuh betina yang kemampuannya menghasilkan telur sudah menurun atau burung jantan yang tidak terpilih sebagai pejantan. Daging puyuh biasanya dijual di supermarket dalam bentuk karkas, dan dimasukkan kedalam kemasan plastik tertutup. Di Indonesia menjual daging puyuh secara komersial belum begitu lazim, kecuali di Jawa Tengah.
- Kotoran
Kotoran puyuh baunya lebih menyengat dibandingkan kotoran ayam atau unggas lainnya. Apalagi bila puyuh diberikan pakan berkadar protein tinggi, akan tetapi kotorannya itu masih bisa dimanfaatkan untuk dibuat pupuk.
- Bulu
Bulu – bulu puyuh dari jenis Rollulus Roulroul, Gambels Quail atau Blue Brested Quail, yang terkenal bagus warna bulunya itu dapat kita kumpulkan, bulu-bulunya yang agak halus, terutama bulu pada bagian dada dan punggungnya yang besar dan masih baik kondisinya kita kumpulkan dan dijemur sampai agak kering, setelah itu dapat kita jual untuk dipergunakan sebagai salah satu bahan pembuat lukisan bulu yang sekarang mulia popular, atau sebagai isi bantal pengganti kapuk, busa, atau bulu angsa. Manfaat lain adalah sebagai campuran pakan ternak, karena bulu mempunyai potensi sebagai sumber protein hewani dan mineral serta kaya akan asam amino esensial.
- Hewan laboratorium
Di dalam percobaan-percobaan laboratorium puyuh terpilih sebagai hewan percobaan. Ada beberapa dasar pertimbangan yang di pakai diantaranya adalah karena siklus hidupnya yang relatif singkat.
- Tabungan
Selain manfaat diatas, ternak puyuh juga dapat dijadikan sebagai tabungan. Dengan memeliharanya kita bisa menetaskan dan memiliki sejumlah puyuh remaja maupun yang siap bertelur. Biasanya bibit-bibit ini sangat diperlukan oleh orang-orang yang ingin mulai bergerak. Dengan demikian maka kita dapat menjualnya dengan harga yang cukup lumayan. Seekor bibit umur tiga hari harganya bisa mencapai Rp 200,00 per ekornya. Sedangkan betina yang sudah siap bertelur harganya mencapai Rp 1500 per ekornya.

PUYUH TERNAK HARAPAN MASA YANG AKAN DATANG

Puyuh termasuk aneka ternak yang punya harapan untuk dikembangbiakkan di Indonesia sebagai penghasil telur dan daging. Tujuan lain adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga melalui pemanfaatan pekarangan. Dengan demikian, puyuh merupakan komoditas ternak yang cocok untuk program pengentasan kemiskinan, khususnya bagi petani yang mempunyai lahan sempit.
Keuntungan pemeliharaan puyuh bagi masyarakat kecil dalam menghasilkan protein hewani ialah berproduksi dalam usia pendek (42 hari telah bertelur), siklus reproduksi singkat, dan tidak memerlukan lahan yang luas. Di samping itu, harga telur dan daging murah sehingga terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Secara genetik puyuh tidak diragukan lagi keunggulannya, permasalahannya tertuju pada pengelolaan khusus makanan. Djulardi (l989) menyarankan pemberian makanan untuk puyuh umur 0-3 minggu didalam ransum sebaiknya mengandung energi 3000 kkal/kg dan protein 24 % dan vitamin A sebanyak 5000 iu. Selanjtunya penelitian Djulardi (1995), makanan yang diberikan pada puyuh umur 3 minggu ke atas adalah kandungan energinya 2800 kkal/kg, protein 20 %, yang dibedakan kandungan Ca dan P yaitu pada umur 3-5 minggu masing-masing 2,00 % dan 0,60 % dan pada umur lebih 5 minggu masing-masing 2,50 dan 0,60 %. Pemberian makanan dengan kandungan energi dan protein serta zat-zat makanan lain yang tepat akan menghasilkan produksi telur yang optimal.
Puyuh tidak disangsikan lagi sumbangan dalam memenuhi protein hewani apabila dalam pemeliharaannya diberikan makanan yang sesuai kebutuhannya.

Skala Usaha dan Program Pemeliharaan
Program pemeliharaan yang dimaksud disini adalah garis besar pelaksanaan yang mutlak harus dilaksanakan secara berurutan dan teratur pada waktu tertentu. Program pemeliharaan dibedakan menurut skala usaha yang akan dilaksanakan. Adapun urutan program pelaksaan tersebut adalah sebagai berikut:
- Skala usaha besar
Pengusaha ternak puyuh dalam skala besar biasanya melukun hamper seluruh kegiatan pemeliharaan, dari penetasan, pemeliharaan puyuh anakan (DOQ), pemeliharaan puyuh pembibit dan petelur atau pedaging.
- Skala usaha menengah
Bagi peternak skala menengah biasaanya ada beberapa jalan yang dipilih, yaitu melakukan seluruh kegiatan pemeliharaan dari penetasan sampai pemeliharaan puyuh dewawsa dengan populasi yang kecil atau hanya melakukan usaha pemeliharaan di mulai dari umur starter atau grower sampai dewasa. Dalam usaha ini ada yang khusus menguashakan puyuh pembibit, petelur, atau pedaging saja.
- Skala usaha kecil atau sampingan
Peternak-peternak yang yang berusaha pada skala kecil atau hanya sebagai usaha sampingan ini biasanya hanya memelihara puyuh dari umur starter atau grower sampai waktunya puyuh diafkir sebagai petelur. Kandang yang diperlukan hanyalah kandang untuk puyuh petelur.
Perkandangan
Puyuh termasuk jenis burung yang tidak tahan dengan perubahan lingkungan yangt sangat berbeda dari waktu kewaktu dan juga kebisingan-kebisingan. Ada beberap hal yangn harus di perhatikan dalam pembuatan kandang:
- Menentukan lokasi kandang
Pertama kali yang perlu dipikirkan adalah menentukan lokasi kandang. Lokasi dapat berada dimana saja, asal cocok untuk kehidupan puyuh tersebut. Bisa saja kandang berupa bangunan sendiri yang terpisah dari rumah, misalnya diteras belakang dan disamping perkarangan ataupun dibagian dari rumah yang memungkinkan puyuh untuk dipelihara.
- Sistem kandang
Sistem yang biasa diterapkan adalah sistem litter dan sangakar atau baterei.
- Persyaratan kandang
Pembuatan kandang merupakan suatu langkah awal didalam usaha dalam beternak puyuh. Sekali kandang telah berdiri berarti untuk seterusnya seperti itu wujudnya. Dan peralatan kandang memerlukan investasi yang tidak sedikit, maka dalam pembuatannya perlu ada perencanaan benar-benar matang.
- Jenis-jenis kandang
Puyuh - puyuh baik yang masih anakan maupun dewasa selalu dikandangkan. Dalam kandang itu akan terisi puluhan bahkan ratusan ekor puyuh yang harus diingat adalah perlunya pengelompokan berdasarkan umur yang sama atau rata-rata sama.
Sebab dengan pengelompokan demikian akan memudahkan kita memberi makan, minum, perawatan kesehatan, dan pengambilan telurnnya juga memudahkan pengawasan bila ada yang sakit dan untuk menghindari sifat kanibalismenya. Oleh karena itu dalam beternak puyuh dibedakan bebepara jenis kandang sesuai dengan keperluannya : kandang untuk indukan pembibit, kandang untuk induk petelur, kandang untuk petelur, kandang untuk anak puyuh atau umur starter ( kandang indukan), andang untuk puyuh umur grower dan layer dan sanitasi kandang

Pakan
Faktor terpenting dalam keberhasilan beternak puyuh adalah faktor( nutrisi). Pakan dianggap terpenting, sebab 80% biaya yang dikeluarkan seorang peternak puyuh digunakan untuk pembelian pakan. Jadi jika terjadi kesalahan dalam pemberian pakan, peternakan sudah pasti tidak merasakan manfaat atau keuntungan, justru kerugian lah yang diperolehnya, bahkan mereka lalu gulung tikar.

E. Analisa Usaha Beternak Puyuh
a. Investasi
- kandang ukuran 9 x 0,6 x 1,9 m Rp.800.000
Untuk 1 jalur + tempat makan dan minum
- kandang luar Rp. 500.000
b.Biaya pemeliharaan
( umur 0 – 2 bulan )
- Day old quail x Rp.275 ( harga DOQ ) Rp. 550.000
- Obat ( vitamin dan vaksinasi ) Rp. 50.000
- Pakan ( selama 60 hari ) Rp..1.028.000 +
Rp. 1628.000
c. Biaya pemeliharaan ( 0 – 4 bulan )
- 2000 DOQ x Rp.275 Rp .550.000
- Obat ( vitamin dan vaksinasi ) Rp. 100.000
- Pakan ( sampai dengan umur 3 minggu ) Rp. 848.000
- Pakan ( sampai minggu ke 4 ) Rp.1.815.000 +
Betina 1615 ekor, dan 71 ekor Rp.1.628.250
Jantan ( 25 % jantan layak bibit )
d. Biaya pemeliharaan
( umur 8 bulan )
- Biaya untuk umur 0 – 4 bulan Rp.3.313.440
- Biaya untuk umur 4 – 8 bulan Rp.2.284.530 +
Rp.5,597.970

PENUTUP
A.Kesimpulan
Dilihat dari kandungan protein dan lemaknya dapat di kataknya telur puyuh lebih baik dibandingkan telur unggas. Karena daging puyuh mengandung 21,10 % protein, sedangkan lemaknya hanya 7,7 % saja. Dan cara pemasakannya pun tidak sulit.

B. Saran
- Kami berharap makalah ini dapat mengisi kekosongan informasi tentang bentuk puyuh, sehingga dapat tercipta peternakan puyuh yang sehat dan dapat bersaing dengan peternakan unggas lainnya.
- Untuk penyempurnaan penyusunan makalah ini pada masa yang akan datang,maka kritikan dan gagasan yang membangun dari para pembaca atau pendengar sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Djanah , D. dan Sulistiyani, Beternak Puyuh ( Jakarta : CV simplex : 1985 )
Evitasari , W.d. dkk. Beternak Puyuh dan Pemeliharaan secara modern ( semarang : Aneka Ilmu, 1982 )
Listiyawati , Elly . Puyuh Tata Laksana Budi daya secara komersial ( Jakarta Swadaya, 2001 )

MEMILAH PENYAKIT PENCERNAAN PADA AYAM

Tentang penyakit pencernaan unggas, Drh Iwan Utama dari FKH Universitas Udayana Bali dalam suatu forum dokter hewan mengungkapkan, para akademisi dapat menjawab (memilah, red) seperti apa yang selama ini dihipotesiskan. Mengapa?

“Tak usah jauh-jauh,” kata Drh Iwan, “Kita lihat saja sistem peternakan yang telah ada dan jangan lupa juga mengenai sistem transportasi unggas ke tempat penjualan/ pemotongan. pernahkah ada yang mencoba mengamati, minimal mengandaikan jika diri kita diangkut seperti itu. bagaimana perasaan kita?”

“Apakah terpikirkan mengenai the 5 prinsip kesejahteraan hewan (animal welfare)? Jangan menyalahkan dipeternakan saja, tetapi cara transportasi juga perlu diperhitungkan dampaknya terhadap stres dan peluang kemunculan penyakit,” jelas Drh Iwan..

Masalah gangguan pencernaan pada unggas ini, Dr Drh Soeripto MSV dari Bbalitvet Bogor mendapatkan pengalaman di lapangan ada beberapa macam sebab. Ada yang karena stres, perubahan cuaca panas ke dingin, sehingga ayam berubah kondisinya menjadi tidak baik dan pertahanan tubuhnya turun sehingga memunculkan penyakit.

Dalam hal ini, menurut Dr Soeripto, pemanasan pada ayam kecil saat minggu pertama pertumbuhan sangat memberi pengaruh terhadap kemampuan ayam untuk makan. Pergantian pakan yang tidak tepat dapat mengganggu saluran pencernaan yang akhirnya mengganggu pencernaan ayam itu.

Bila pemberian pakan bernutrisi seperti protein yang mengandung asam amino tidak sesuai harapan, dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat.

Begitupun bila uremic-nitrogen diberikan dalam konsentrasi berlebihan dapat menyebabkan deposit asam urat.

Sementara bila ayam tidak mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang menyebabkan defisiensi vitamin dapat bergejala klinis gangguan di mulut, usofagus dan tembolok crop, ketidakseimbangan konsentrasi urin di ginjal dengan penimbunan urecmic acid tadi, dan mungkin banyak lagi gangguan.

“Semua ini berhubungan dengan pencernaan,” tegas Dr Soeripto.

Pemeriksaan kesehatan terhadap ayam yang terserang penyakit defisiensi vitamin A dapat dibandingkan dengan ayam yang terserang Aspergillosis akibat gangguan jamur Aspergillus pada mulut. Ciri-ciri kedua penyakit ini mirip, pada mulit terdapat bentukan putih-putih. Orang bisa keliru pendapat tentang penyakitnya, sehingga perlu kepastian dengan pemeriksaan dengan usapan, dengan pemeriksaan media laboratorium.

Parasit internal yang menyebabkan masalah pencernaan adalah koksidia. Koksidia menyebabkan koksidiosis yang menyerang pada usus halus dan kadang menimbulkan perdarahan sehingga ayam mengalami berak darah.

Dalam kondisi ayam berak darah ini kalau kekebalan tubuhnya bagus, ayam tetap dapat mengalami pertumbuhan yang terlambat.

Pada pemeriksaan Koksidiosis dalam sekum pun sebenarnya dapat ditemukan atau kelihatan cacing askaris dengan akumulasi yang banyak. Tentu saja sangat menyebabkan gangguan pencernaan.

Perlu diingat bilamana pengobatan koksi tidak baik dapat menggertak timbulnya perdarahan pada radang usus yang dikenal sebagai hemoragik enteritis. Pada banyak kasus, serangan clostridium bersifat ganas bila ketahahan tubuh turun.

Penyakit infeksius seperti ND secara internal menyebabkan banyak perdarahan, dan ayam langsung mati.

Beberapa penyakit menyebabkan gangguan bersifat ekonomi, sedang penyakit seperti ND, Gumboro dan AI rata-rata bersifat fatal, menyebabkan perdarahan dan gangguan saluran pencernaan

Tentang Kolibasilosis, banyak orang beranggapan penyebabnya terkait dengan air saja, sedangkan pakan dan feses tidak berpengaruh. Padahal sesungguhnya kotoran ini merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri Koli penyebab kolibasilosis yang sesungguhnya sifatnya ada yang patogen dan tidak patogen. “Kalau dalam jumlah banyak dapat mengganggu keseimbangan mikro,” tutur Dr Soeripto.

Yang paling kasat mata adalah infeksi ND, Gumboro dan AI. Semua dapat merupakan kesalahan pengelola, yang dapat menyebabkan nilai ekonomisnya turun, akibat pertumbuhan terganggu dan konversi pakan tidak sampai.

Adapun pada musim penghujan yang mengakibatkan tanah, sekam/ litter ayam becek dengan kelembaban yang tinggi, sangat dibutuhkan manajemen sekam dengan membolak-balik. Dalam periode ini juga perlu ditambahkan kapur, untuk mencegah gangguan Koksidiosis muncul.

Manajemen kesehatan juga harus bisa menyikapi problem-problem pakan. Demikian Dr Drh Soeripto MSV dari Bbalitvet Bogor, seraya memberi contoh selengkapnya pada artikel Pakan dan Penyakit Ayam. “Pakan sangat perlu diperhatikan. Meskipun tidak secara sekaligus dapat langsung membunuh ayam, manajemen pakan harus dikontrol,” katanya. (Infovet)

Oleh Yonathan Rahardjo

Senin, 06 April 2009

CARA atasi Penyakit MAREKS pada Ayam

Penyakit ini menyebabkan kematian pada ayam mencapai 30-60%. Pencegahan dini harus segera dilakukan agar kerugian dapat dihindari.
Sebutan penyakit Mareks diberikan sebagai penghargaan kepada seseorang yang pertama kali mengadakan penelitian tentang sesuatu penyakit. Pada tahun 1907 orang yang bernama Marex menemukan dan menamakan penyakit ini dengan nama Polyneuritis, yakni suatu penyakit yang pada umumnya menyerang syaraf. Pemberian nama suatu penyakit yang berorientasi pada syaraf berubah-ubah tergantung kepada para ahli yang menelitinya, ada yang menyebut : Range paralysis, Fowl paralysis atau Neuro Lymphomatasis dan yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan : Avian Reucosis Complex.
Hasil penelitian Calnek dan Witter (1972), penyakit mareks dikeluarkan dari kelompok Avian Leucosis Complex. Sedangkan di Indonesia penyakit semacam ini dikenal dengan sebutan penyakit mareks atau marex. Dengan semakin majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, khususnya peternak unggas, maka petani peternak unggas di Indonesia tidak ketinggalan dari masalah penyakit mareks ini. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar di kalangan petani peternak unggas, baik yang memelihara sambilan maupun berskala besar.
Di Indonesia adanya penyakit mareks baru pertama kali dilaporkan oleh de Boer dan Djaenudin pada tahun 1949 (Sofyan SD, 1980). Aetiologi atau penyebab penyakit mareks ini adalah virus DNA. Penyakit ini dapat menyerang semua jenis ternak unggas. Pada ayam, penyakit mareks menyerang ayam-ayam umur muda, setelah ayam berumur 3 minggu atau berkisar 1 sampai dengan 4 bulan. Sedangkan pada ayam dewasa jarang sekali dijumpai. Penyakit mareks tersebar di seluruh dunia, baik yang beriklim tropis mupun sub tropis, termasuk di Indonesia. Apabila ayam terinfeksi oleh virus mareks, maka virus ini akan masuk melalui kulit ke dalam tubuh ayam dan biasanya melalui kulit-kulit yang kotor oleh debu atau kotoran lainnya, terutama debu-debu kandang.
Karena itulah kandang diusahain harus selalu bersih dari debu-debu dan bulu-blulu bekas pada saat molting. Tanda-tanda penyakit mareks adalah : pincang, lumpuh pada sayap atau leher, kadang-kadang matanya menjadi buta dan kelumpuhan pada kaki yang ditandai dengan satu kaki menghadap ke depan dan satunya menghadap ke belakang.

Penyakit mareks mempunyai empat macam bentuk dan dapat digolongkan berdasarkan organ-organ yang terserang yaitu :
1. Neural
Tanda-tanda dari penyakit tipe ini adalah jengger pucat, kelumpuhan (paralyse) pada sayap dan kaki yang dapat dilihat pada sayap yang jatuh dan inkordinasi dari kaki-kaki dimana satu terenggang ke depan yang satunya ke belakang atau sebaliknya.
2. Viseral
Penyakit tipe ini, organ-organ yang terserang adalah hati (hepar), ginjal, testis, ovarium dan lympha (lien). Warna organ-organ tersebut berubah menjadi pucat dan pada hati terjadi pembesaran dua sampai empat kali dari keadaan normal dan banyak dijumpai pula tumor-tumor.
3. Ocular
Tipe ini ditandai dengan kebutaan pada mata atau iris (conjunktiva) dan maka akan berwarna kelabu seperti mutiara.
4. Skin form
Tipe ini ditandai adanya tumor-tumor di bawah kulit (sub cutan) dan otot-otot (musculus).

Untuk mendiagnosa apakah benar penyakit yang terjadi pada ayam benar-benar penyakit mareks, kita dasarkan pada gejala klinis dan pemerikasaan laboratoris. Pada kenyataannya sering kita jumpai bahwa penyakit Avian Leucosis Complex dikaburkan dengan penyakit mareks. Pada penyakit ini tanda-tanda klinis hampir sama dengan mareks, akan tetapi biasanya penyakit tersebut sering menyerang pada ayam yang berumur empat sampai lima bulan. Oleh karena itu peternak harus lebih berhati-hati dalam mendiagnosa penyakit mareks ini, dan untuk lebih meyakinkanperlu diadakan pemerikasaan laboratoris. Apakah faktor prediksi atau predisposisi dari penyakit mareks?

Faktor yang mendorong berjangkitnya penyakit mareks pada ayam antara lain :
• Perkandangan. Kandang yang kurang bersih, berdebu dan lembab mendorong berjangkitnya mareks.
• Pemeliharaan. Pola pencampuran ayam muda dengan ayam dewasa (tidak seragam umurnya).
• Stress. Ayam yang stress mudah terserang penyakit
• Adanya Penyakit lain. IBD dan beberapa penyakit lain yang menurunkan kekebalan berpotensi terserang mareks.
• Faktor genetis. Kekebalan induk yang diturunkan kepada anaknya berbeda. Kadang ada jenis ayam yang mempunyai kekebalan yang lebih tinggi dibandingkan jenis lain. Untuk mencegah penyebaran mareks tindakan yang harus dilakukan adalah melakukan desinfeksi kandang dan peralatannya, mengontrol penyebaran penyakit dan meminimalisir ternak kontak langsung dengan manusia. Mengingat mareks dapat menimbulkan kematian ayam 30-60%, maka dari sisi ekonomi kerugian yang ditimbulkan cukup tinggi.

Rabu, 01 April 2009

Vaksinasi Ayam

Kerugian besar dalam produksi telur yang terjadi pada kebanyakan peternakan disebabkan oleh gagalnya memvaksinasi terhadap penyakit Fowl fox dan Newcastle. Jangan biarkan penyakit tersebut lepas dari penjagaan Anda. Vaksinasilah sebelum terlambat. Beberapa minggu produksi akan hilang bila ayam betina yang tidak divaksinasi terkena penyakit setelah mereka mulai bertelur.

Vaksinasi terhadap kedua penyakit tersebut di atas dapat dilakukan setiap saat setelah ayam berumur 8 minggu. Jangan menunggu lebih lama setelah 8 minggu karena akan menghadapi risiko besar atas kehilangan beberapa ayam. Untuk mencegah reaksi yang tidak diinginkan akibat dari vaksin, pada saat divaksinasi ayam harus berada dalam keadaan sehat atau tidak sedang terinfeksi parasit. Sekali vaksinasi hanya untuk satu jenis penyakit, sedangkan vaksinasi untuk jenis penyakit lainnya dapat dilakukan kurang lebih 3 minggu sesudahnya.

Methode yang digunakan untuk memvaksinasi terhadap penyakit Fowl Pox dan Newcastle adalah methode jaringan sayap. Methode ini sangat sederhana. Semua bulu di dekat siku dari salah satu sayap dibuang sehingga jaringan kulit yang cukup luas kelihatan sebagai tempat untuk penyuntikkan vaksin agar semua vaksin dapat dimasukkan pada ayam. Isi jarum vaksin dengan obat vaksin dan suntikkan pada jaringan kulit tersebut. Proses vaksinasi selesailah sudah. Yakinkan bahwa semua ayam yang belum pernah divaksinasi telah mendapat giliran.

Sistem ventilasi harus diatur sedemikian rupa sehingga udara di dalam kandang tidak terlalu panas atau terlalu lembab karena dapat menyebabkan stress pada ayam. Pada musim kemarau, perputaran udara harus ditingkatkan agar udara panas dalam kandang segera terganti dengan udara segar yang lebih dingin. Sedangkan pada musim hujan, perputaran udara harus dikurangi sampai pada tingkat yang cukup untuk tidak menimbulkan adanya kelembaban dan bibit penyakit. Singkirkan semua lapisan kotoran atau alas yang basah segera setelah terbentuk sehingga kandang tetap terpelihara dalam keadaan kering.

Apabila ayam betina telah berumur 16 minggu, cahaya di dalam kandang harus mulai diatur. Pemberian cahaya ini akan mempunyai pengaruh terhadap baik buruknya dalam memproduksi telurnya kelak. Induk ayam memerlukan cahaya yang konstan selama 16 sampai 17 jam tiap hari, kalau tidak terpenuhi maka mereka akan berhenti bertelur dan mulai mencabuti bulunya. Untuk mendapatkan cahaya yang konstant tiap hari, sumber cahaya listrik di dalam kandang bisa diatur dengan mempergunakan alat timer. Penjelasan tambahan mengenai pencahayaan pada induk ayam yang sedang bertelur dapat dimintakan pada penjual pakan ternak atau dinas peternakan setempat

Memelihara Perkembangan Ayam

Dengan sistem ventilasi dalam kandang yang tepat, pemberian air minum yang bersih, dan pemberian makanan yang dijaga keseimbangannya maka anak ayam akan terus tumbuh dengan baik. Ventilasi yang tepat akan menjaga kandang dan alasnya tetap kering sehingga membantu dalam mencegah timbulnya penyakit. Alas yang basah atau kandang yang lembab akan mengundang penyakit. Selanjutnya, anak ayam akan tumbuh lebih cepat dan hidup lebih baik bila mereka ditempatkan pada kandang yang cukup luas. Tambahkan tempat pakan dan tempat minumnya sesuai kebutuhannya dengan semakin besarnya tubuh anak ayam mengikuti pertumbuhannya.
Ayam betina yang akan dipelihara untuk memproduksi telur memerlukan banyak pakan yang masih segar dan air bersih sepanjang waktu. Jangan biarkan mereka kelaparan apabila tidak menginginkan produksi telurnya mengecewakan pada saatnya bertelur nanti.
Sediakan pakan penumbuh (growing mash) yang baik di depan ayam sepanjang waktu. Air harus tetap segar dan dingin. Air mancur dijaga agar senantiasa dalam keadaan yang baik dan selalu dibersihkan setiap hari.
Saat ayam betina sedang tumbuh adalah saat yang paling baik untuk membentuk berat tubuhnya yang baik, kuat dan penuh vitalitas. Saat yang paling kritis selama hidupnya ayam betina adalah selama masa pertumbuhannya. Apabila Anda menginginkan ayam yang memberikan keuntungan, maka perhatikan bahwa mereka berkembang dengan baik selama masa pertumbuhannya.
Bersihkan semua sampah dan benda-benda aneh dari tempat pakannya setiap hari. Apabila pakan untuknya kelihatan basah pada tempat makananya, sebaiknya segera diganti. Bersihkan dan keringkan tempat pakannya sebelum diisi kembali dengan makanannya yang baru.
Tempat yang terlalu berdesak-desakan, temperatur yang terlalu panas, tempat pakan dan tempat air minum yang kurang banyak, pakan yang tidak mencukupi, dan adanya penyakit parasit merupakan sumber dari timbulnya kanibalisme. Pemeliharaan serta pengelolaan ternak ayam yang baik akan mencegah timbulnya problema kanibalisme.
Apabila anak ayam dibiarkan berkeliaran, mereka harus dilindungi dari pemakan mangsa dan ayam yang buas terutama pada malam hari. Tikus dan kutu ayam kalau dibiarkan dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan ayam yang ahirnya dapat menimbulkan penyakit.
Pisahkan ayam betina muda dari yang lebih tua. Hal Ini akan menolong mengurangi kemungkinan menyebarnya penyakit dari induk ayam yang lebih tua ke yang lebih muda. Ayam betina dapat terkena penyakit cacing. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, terdapat sejumlah obat yang dapat dipergunakan untuk mencegah parasit pada ayam yang datangnya dari dalam. Dengan pengelolaan dan sanitasi yang baik dapat membantu mengurangi terjangkitnya parasit. Periksalah beberapa ayam betina dari waktu ke waktu untuk parasit yang datangnya dari luar seperti kutu ayam.
Tetaplah berjaga-jaga atas munculnya setiap pertanda yang menunjukkan awal timbulnya penyakit. Apabila identifikasi masalah dibuat lebih dini, maka akan lebih mudah dalam menangani dan menghilangkan masalah tersebut dari pada menunggu setelah kerusakan terjadi. Banyak penyakit yang dapat diidentifikasikan berdasarkan gejala-gejala yang ditunjukkannya.
Sebaiknya menghubungi tenaga ahli ternak ayam atau pedagang yang berkecimpung dalam usaha ternak ayam untuk memperoleh bantuan apabila menghadapi masalah penyakit pada ayam Anda.

Menempatkan Anak Ayam dengan Benar

Segala sesuatunya sudah harus siap bila anak ayam Anda tiba kandang sudah kering, peralatan bersih, suhu kandang diatur tepat, tempat air dan makanan terisi, lantai ditutup bersih, alas (litter) kering, dan penghalang panas berjalan dengan baik. Anda sekarang siap menempatkan anak ayam untuk dibesarkan.

Bila anak ayam tiba, secara lembut angkat mereka dari kotak pengirimannya dan letakkan pada kandang yang hangat. Jangan dijatuhkan atau ditaburkan begitu saja karena dapat melukainya dan akan tetap cacat. Anak ayam yang masih kecil harus mendapat banyak makanan dan air segera setelah diletakkan di kandang. Sediakan paling sedikit empat tempat berukuran satu quart ( ± satu liter) atau dua tempat berukuran satu galon (empat quart) air untuk tiap 100 anak ayam. Masukkan sekitar lima anak ayam ke tempat air agar mereka tahu dimana air berada.

Tempatkan pakan pemula (starter feed) pada karton tempat telur atau kertas yang berukuran 12"x12" dan diletakkan disekitar tempat minum. Penempatan pakan yang bersifat sementara ini diperlukan agar mudah kelihatan oleh anak ayam dan memancingnya agar segera memakannya. Tempat pakan biasa yang berukuran kecil ditempatkan di dalam kandang pada hari ke dua untuk mengurangi penghamburan makanan. Karton telur atau kertas tempat makanan sementara bisa dikeluarkan bila anak ayam telah berusia 5 hari dan terlihat telah makan dari tempat makan yang disediakan.
Penyakit dapat segera menyebar apabila pakan dan minuman untuk anak ayam telah terkontaminasi. Pakan dan air harus diperiksa setiap hari. Apabila kotor dan kemungkinan telah terkontaminasi, tempat pakan dan air harus segera dibersihkan. Pakan dan minumannya juga harus diganti dengan yang baru. Tempat pakan harus benar-benar kering sebelum diisi dan pakan tersebut harus senatiasa berada dalam keadaan kering. Penyebab utama dari penyakit adalah bersumber dari pakan dan air yang tidak bersih.

Beberapa hari pertama dari kehidupan anak ayam adalah masa yang paling kritis sehingga harus hati-hati. Berilah perhatian tambahan dalam menyediakan kebutuhan dasar anak ayam agar kelak dapat memungut hasilnya.

Memilih Varietas Ayam

Memilih Varietas Ayam
Suatu varietas ayam adalah suatu ras atau family dari ayam yang memiliki kesamaan umum dalam hal ukuran, bentuk atau profil, dan pembawaan. Semua ayam dalam satu varietas akan memiliki karakteristik yang sama yaitu: warna kulit, Varietas ini selanjutnya dibagi ke dalam beberapa kelas. Kelas ayam yang sudah banyak dibudidayakan pada umumnya diberi nama yang dikaitkan dengan tempat asalnya, misalnya American, Asiatic, English, Mediteranian, dan semacamnya.
Untuk memulai usaha kecil-kecilan di bidang peternakan ayam, ada tiga jenis varietas yang bisa dipilih berdasarkan tujuan pemeliharaannya, yaitu: ayam petelur, ayam pedaging atau ayam potong, dan ayam berfungsi ganda untuk kedua maksud tersebut.

Ayam Petelur
Ayam ini tubuhnya relatif lebih kecil. Produksi telurnya antara 250 sampai 280 butir per tahun. Telur pertama dihasilkan pada saat berumur 5 bulan dan akan terus menghasilkan telur sampai umurnya mencapai 10 - 12 tahun. Umumnya, produksi telur yang terbaik akan diperoleh pada tahun pertama ayam mulai bertelur. Produksi telur pada tahun-tahun berikutnya cenderung akan terus menurun.
Ada dua pilihan untuk ayam petelur ini yang dibedakan dari warna telurnya, yaitu:
•Telur berwarna putih
Ayam petelur dengan telur berwarna putih yang terbaik adalah dari Jenis ras Leghorn. Hanya saja ayam ini suka terbang dan sangat berisik. Jenis ras lainnya yang menghasilkan telur putih diantaranya adalah Minorcas. Anconas, dan California White.
•Telur berwarna coklat
Sedangkan ayam peterlur dengan telur berwarna coklat yang terbaik adalah dari Jenis ras Production Red. Ayam hibrida ini adalah hasil perkawinan silang dari ayam petelur Rhode Islands Red dan New Hampshire. Sedangkan ayam ras Rhode Islands Red dan New Hampshire sendiri sudah tergolong sebagai ayam petelur yang baik dalam menghasilkan telur berwarna coklat.

Ayam Pedaging
Ayam silang Cornish Rock adalah ayam pedaging yang tergolong terbaik pada saat ini. Ayam ini merupakan hasil silang dari Cornish dan Plymouth Rock. Ayam pedaging lainnya yang tergolong baik adalah dari jenis ras Brahmas, Cochins, dan Cornish. Ayam pedaging yang baik adalah ayam yang mengkonsumsi dua kilogram pakan untuk menghasilkan satu kilogram berat tubuhnya. Ayam betina pada umumnya djual ke pasar pada saat beratnya mencapai antara satu tiga per empat kg sampai dua setengah kg sedangkan ayam jantan antara tiga kg sampai empat kg. Ayam yang semakin cepat pertumbuhannya maka semakin ekonomis unuk dipelihara.

Ayam berfungsi ganda
Ayam pada jenis ini merupakan campuran antara ayam petelur dan ayam pedaging. Dominiques, Plymouth Rocks, Sussex, Orpington, and Wynadottes adalah beberapa ras ayam dari ayam berfungsi ganda. Ayam kampung di negara kita adalah termasuk pada jenis ini.Telur ayam jenis ini berwarna coklat dan mereka membesarkan sendiri anak-anaknya. Pada umumnya mereka tidak menghasilkan berat tubuh secepat ayam pedaging dan juga tidak menghasilkan telur sebanyak ayam petelur. Ayam ini berciri khas sebagai ayam yang dipelihara di halaman belakang rumah. Peternak akan memperoleh telur ayam untuk konsumsi sehari-hari disamping sesekali memperoleh daging ayam jantan dari kelebihan jumlah yang diperlukan dan Pertimbangan lain dalam memilih jenis varietas ayam adalah kondisi cuaca lokal di tempat peternakan berada.
Ayam yang berbulu tebal akan lebih cocok dipelihara ditempat yang bercuaca lebih dingin dari pada ayam yang berbulu tipis. Orpingtons, Brahmas, Cochins. Plymouth Rocks, Rhode Island Reds dan Wyandottes adalah ayam-ayam yang berbulu tebal yang berarti cocok pada cuaca dingin. Leghorn, Minorca, Andalusian, Hamburgs dan ayam Mediterranean lainnya akan lebih baik dipelihara pada tempat-tempat yang bercuaca lebih hangat.
Untuk lebih jelasnya dalam menentukan varietas yang cocok dengan cuaca lokal di tempat Anda, sebaiknya dikonsultasikan pada Dinas Peternakan Ayam setempat atau perusahaan ternak ayam terdekat.
Lebih lanjut, sebaiknya dibiasakan membeli anak ayam yang berkualitas sesuai kebutuhan. Apabila anak ayam dibeli dari perusahaan peternakan ayam, mintalah sekalian divaksinasi terhadap penyakit Marek. Vaksinasi ini sebaiknya dilakukan segera setelah anak ayam dientaskan agar sepanjang hidupnya tercegah dari serangan penyakit Marek yang sangat mematikan. Untuk broiler atau ayam pedaging, agar lebih murah harganya, pilihlah anak ayam yang belum diseleksi kelaminnya (straight-run).
Hendaknya diingat bahwa pada waktu memilih varietas ayam ini apabila ada yang cocok jangan dulu langsung dibeli. Anggap saja Anda berada dalam tahapan sedang melakukan survey, bukan sedang membeli. Pembelian anak ayam sebaiknya dilakukan apabila segala persiapan untuk kedatangan anak ayam telah selesai dikerjakan, karena apabila belum siap maka risiko kematian anak ayam yang baru dibeli tersebut akan sangat tinggi. daging ayam-ayam tua yang sudah tidak produktif lagi.

Jumat, 27 Maret 2009

PANDUAN MENTERNAK ITIK TELUR

PENDAHULUAN
Menternak itik tidaklah begitu sukar sebagaimana menternak ayam. Itik mempunyai daya hidup yang tinggi dan tidak mudah diserang penyakit. Cara pemeliharaan dan pengurusannya mempunyai sedikit perbezaan dan lebih mudah jika dibandingkan dengan ternakan ayam.

PEMILIHAN BAKA
Baka itik merupakan faktor penting bagi menentukan pengeluaran yang baik. Anak-anak dari pengeluar atau pusat-pusat penetasan yang diakui keunggulan performannya hendaklah diperolehi.

Ciri-ciri baka itik penelur yang berkualiti ialah:-
1.mempunyai daya hidup yang tinggi
2.bebas dari kecacatan
3.penghasilan telurnya adalah abaik (kira-kira antara 260 - 300 biji setahun)
4.menghasilkan telur yang berkualiti
5.berat antara 65 - 75 gm sebiji
6.kulit telur adalah keras
7.warna kuning telur kemerah-merahan
8.saiz badannya sederhana. Berat badan semasa bertelur di antara 1.3 - 1.8 kg
9.ruang antara tulang punggung (pelvic) adalah luas.
Baka-baka/bibit itik telur yang sesuai adalah kacukan Khaki Champbell, itik mojosari, itik Tegal dll.

PERUMAHAN/KANDANG DAN PERALATAN
Rumah itik haruslah mempunyai ciri-ciri berikut:-
1.Peredaran udara yang sempurna. Peredaran udara yang baik dapat menolong mengeringkan kelembapandan menghapuskan gas amonia dari najis itik
2.Saiz rumah mestilah sesuai dengan jumlah itik yang hendak dipelihara. Jangan membina rumah itik dengan terlalu sempit atau terlalu besar.
Saiz yang sesuai bagi seekor itik dewasa ialah 3 - 4 kaki persegi.
3.Seelok-elok ia hendaklah didindingkan. Dinding yang sesuai ialah lebih kurang 3 kaki dari paras lantai. beberapa buah pintu perlulah dibuat menghala ke
kawasan lapang. Tujuan pintu ialah bagi mempastikan semua itik-itik dapat dikurung di dalam reban pada malan hari supaya selamat dari musuh dan tidak
bertelur dimerata-rata yang boleh menyebabkan telornya kotor dan hilang.
4.Rumah itik mestilah mempunyai rekabentuk yang sesuai supaya mudah penternak keluar masuk membersih, merawat dan mengumpul telur.


PERALATAN
Induk palsu antaranya:
Hover, Infrared, Bulb yang tinggi kuasa, Lampu minyak tanah,
Bekas makanan/minuman (sama seperti peralatan ayam)
Sarang bertelur
Lain-lain seperti bekas telur, baldi, sekop pembancuh makanan dan sebagainya

MAKANAN
Satu lagi faktor penting dalam menentukan penghasilan dan kejayaan projek ialah pemakanan. Pemakanan adalah faktor yang boleh dikawal bagi mendapatkan hasil yang memuaskan. Dari segi ekonominya pula makanan akan menentukan kos pengeluaran. Oleh itu penternak mestilah pandai menilai jenis-jenis makanan yang baik danmenjimatkan perbelanjaan di dalam mengendalikan projek.
Terdapat 2 jenis makanan yang sesuai untuk itik telur.
1. Makanan komersil
2. Makanan campuran sendiri

1.Makanan komersil
Ialah makanan yang dikeluarkan oleh kilang pembuat makanan ternakan yang mana ianya mempunyai zat-zat keperluan mengikut umur dan jenis ternakan.
Umur Jenis Makanan Kandungan
Protin Tenaga
0 - 2 minggu “Duck Starter” 20 % 2700-3000
2 - 3 minggu “Duck Starter” dicampur “Duck Grower” - -
4 - 16 minggu “Duck Grower” 16 % 2500 - 2800
16 minggu dan semasa bertelur “Layer” 17 % 2600 - 2900

2. Makanan Campuran Sendiri
Satu rumusan makanan yang mengandungi zat-zat keperluan dari bahan-bahan yang murah didapati dan diadun sendiri bagi penghasilan dan kesihatan yang baik.

Bahan-bahan:-
Beras hancur (temukut), dedak padi, baja ikan, baja udang, serbuk kacang soya, layer premix vitamin dan galian, batu kapur, jagung, synthetic pigment dan lain-lain .
Anggaran seekor itik memerlukan makanan seperti berikut:-
Umur
0 - 4 minggu 1.2 kg. - 1.6 kg.
5 minggu - 22 minggu 11.0 kg - 11.8 kg
22 minggu ke atas (semasa bertelur) 160 hingga 170 gm bagi tiap-tiap seekor/hari
Bagi itik telur, mengawal makan perlulah dilakukan sejak umurnya 7 minggu. Kawalan makanan boleh juga dilakukan dengan melihat berat badan itik tersebut berat yang sesuai bagi itik yang sedang bertelur ialah diantara 1.3 kg hingga 1.75 kg. (bagi itik Khaki Cambell berat maksima ialah 1.95 kg).

KESIHATAN DAN KAWALAN PENYAKIT
Itik boleh juga diserang penyakit. Kawalan haruslah dilakukan bagi mengelakkan dari terkena serangan penyakit iaitu:-
Menjaga kebersihan ladang setiap masa
Memberi makanan yang baru bermutu dan tidak berkulat
Memberi air bersih. Air yang mengandungi ubat ” antistress” harus diberi pada umur itik 1 - 3 hari.
Itik yang menunjukkan tanda sakit perlulah diasingkan untuk rawatan atau pun di takai
Mencuci reban dengan pembasmi kuman seperti lysol, lindoress sebelum ketibaan anak- anak itik yang baru
Menghubungi Jabatan Perkhidmatan Haiwan jika terdapat tanda-tanda penyakit.

KEPERLUAN CAHAYA
Cahaya adalah penting dalam penternakan itik penelur. Cahaya boleh didapati dari cahaya semulajadi iaitu matahari dan juga cahaya tambahan iaitu lampu pada malam hari.
sebab cahaya mustahak pada malam hari ialah:- Untuk menerangi seluruh kawasan bangsal bagi mengurangkan tabiat itik yang mudah terperanjat dengan sesuatu benda asing atau bunyi di dalam suasana gelap.
Mempercepatkan dan menambahkan pengeluaran telur
Itik-tik telur yang berumur 20 minggu ke atas memerlukan sekurang-kurangnya 16 jam cahaya secara terus menerus. memandangkan tempoh cahaya pada waktu siang ialah lebih kurang 12 jam maka, adalah dicadangkan supaya tambahan 3 - 4 jam lagi boleh diperolehi dari cahaya lampu yang dipasang di dalam bangsal.
Keperluan cahaya/kuasa lampu letrik ialah sebanyak 250 watt/1000 kaki persegi.
Jarak di antara lantai dengan lampu letrik ialah 7 kaki
Jika perlu penternak boleh menggunakan suis jangka (time switch) bagi memudahkan pengurusan cahaya lampu ini.

PENGURUSAN
Pengurusan yang cekap menitikberatkan segala aspek pengurusan bagi mencapai satu tahap penghasilan yang maksima dengan kos pengeluaran yang minima. Aspek-aspek ini melibatkan pengendalian:
•Persediaan sebelum ketibaan anak itik
•Pemeliharaan semasa perindukan
•Pengurusan semasa membesar
•Pengurusan semasa bertelur

Persediaan Sebelum Ketibaan Anak Itik
Sediakan alat pembentung untuk induk palsu. (3 meter garispusat boleh memuatkan 500 ekor anak itik)
Sediakan abuk papan/jerami padi di dalam pembentung setebal 3 - 4 inci.
Sediakan air minum dan pasangkan alat pemanas 2 - 3 jam sebelum anak itik sampai.

Pemeliharaan Semasa Perindukan
•Anak itik perlu diberi minum terlebih dahulu. Selepas 1/2 jam baharulah anak itik boleh diberi makan.
•Masa perindukan adalah selama 20 - 25 hari. Pasangkan alat pemanas seperti biasa. Lihat taburan anak itik untuk menentukan tahap kepanasan yang diperlukan.
•Beri antistress selama 3 hari.
•Beri makanan duck starter crumble tanpa had
•Pembentung perlu dibesarkan mengikut saiz itik dan tambah bilangan bekas makan dan minum ikut kesesuaian.
•Pastikan alas lantai sentiasa kering dan balik-balikan.

Pengurusan Semasa Membesar
•Keluarkan alat pemanas dan pembentung
•Tukarkan bekas makan dan minum dengan bekas yang besar
•Alas lantai (habuk papan) hendaklah sentiasa kering
•Beri makanan Grower Pellet atau jika menggunakan makanan campuran pastikan mengandungi 16 % protin dan Tenaga 2500 - 2800k/cl
•Timbang 2 - 3 ekor itik dalam satu kumpulan untuk menentukan berat .
•Itik yang berumur 7 minggu hendaklah dikawal sukatan makanannya supaya tidak terlalu gemuk sehingga tidak boleh bertelur.

Pengurusan Itik Semasa Bertelur
Itik akan mula bertelur apabila berumur 20 - 22 minggu. Oleh itu :-
•Beri makanan jenis Layer Pellet. Jika menggunakan makanan campuran pastikan mengandungi 2600 - 2900 k/cl.
•Makanan ini hendaklah dimulakan pada umur itik 16 minggu atau 4 - 5 minggu sebelum bertelur.
•Bagi makanan mengikut sukatan yang betul (150 - 170 gm sehari /ekor.
•Lain-lain makanan tambahan seperti rumput dan sayuran elok dicampur sama
Bagi menentukan mutu telur bahan pewarna Synthetic Pigment boleh dicampurkan ke dalam makanan (100 gm SP + 100 kg makanan campuran sendiri)

Disunting dari Cara bertenak itik di malaysia.
Juni 25, 2008 oleh sutanmuda

PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI POTONG UNTUK MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN

Latar Belakang

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll (Sihombing, 2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).
Selain menghasilkan feses dan urine, dari proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat (Suryahadi dkk., 2002). Pada peternakan di Amerika Serikat, limbah dalam bentuk feses yang dihasilkan tidak kurang dari 1.7 milyar ton per tahun, atau 100 juta ton feces dihasilkan dari 25 juta ekor sapi yang digemukkan per tahun dan seekor sapi dengan berat 454 kg menghasilkan kurang lebih 30 kg feses dan urine per hari (Dyer, 1986). Sedangkan menurut Crutzen (1986), kontribusi emisi metan dari peternakan mencapai 20 – 35 % dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfir. Di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan (Suryahadi dkk., 2002).
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 10 7 m3 air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat (Dyer, 1986).
Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3) (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986).
Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air (Farida, 1978).
Hasil penelitian Wibowomoekti (1997) dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan Cakung, Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun, yang disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas di atas kadar maksimum kriteria kualitas air. Selain itu adanya Salmonella spp. yang membahayakan kesehatan manusia.
Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora. Kasus anthrax sporadik pernah terjadi di Bogor tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba Timur tahun 1980 dan burung unta di Purwakarta tahun 2000 (Soeharsono, 2002).
Dampak limbah ternak memerlukan penanganan yang serius. Skema berikut ini (Gambar 1) memberi gambaran akibat yang ditimbulkan oleh limbah secara umum dan manajemennya (Chantalakhana dan Skunmun, 2002).

Penanganan Limbah Ternak
Penanganan limbah ternak akan spesifik pada jenis/spesies, jumlah ternak, tatalaksana pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk penanganan limbah dan target penggunaan limbah. Penanganan limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan atau menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini akan mempercepat proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai kira-kira terlihat kering.
Penanganan limbah cair dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi. Pengolahan secara fisik disebut juga pengolahan primer (primer treatment). Proses ini merupakan proses termurah dan termudah, karena tidak memerlukan biaya operasi yang tinggi. Metode ini hanya digunakan untuk memisahkan partikel-partikel padat di dalam limbah. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam pengolahan secara fisik antara lain : floatasi, sedimentasi, dan filtrasi.
Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secondary treatment) yang bisanya relatif lebih mahal dibandingkan dengan proses pengolahan secara fisik. Metode ini umumnya digunakan untuk mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair menjadi padat. Pengolahan dengan cara ini meliputi proses-proses netralisasi, flokulasi, koagulasi, dan ekstrasi.
Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan sekunder bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah yang hanya mengandung bahan organik saja dan tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, dapat langsung digunakan atau didahului denghan pengolahan secara fisik (Sugiharto, 1987).
Beberapa cara penanganan limbah ternak sudah diterapkan (Chung, 1988) di antaranya :
• Solid Liquid Separator. Pada cara ini penurunan BOD dan SS masing-masing sebesar 15-30% dan 40-60%. Limbah padat setelah separasi masih memiliki kandungan air 70-80%. Normalnya, kompos mempunyai kandungan uap air yang kurang dari 65%, sehingga jerami atau sekam padi dapat ditambahkan. Setelah 40-60 hari, kompos telah terfermentasi dan lebih stabil.
• Red Mud Plastic Separator (RMP). RMP adalah PVC yang diisi dengan limbah lumpur merah (Red Mud) dari industri aluminium. RMP tahan pada erosi oleh asam, alkalis atau larutan garam. Satu laporan mengklaim bahwa material RMP dengan tebal 1,2 mm dapat digunakan sekitar 20 tahun. Bila limbah hog dipisahkan dengan menggunakan separator liquid, bagian cair akan mengalir ke dalam digester anaerobik pada kantong RMP. Pada suatu seri percobaan di Lembaga Penelitian Ternak Taiwan, didapatkan bahwa ukuran optimum kantong dihitung dengan mengalikan jumlah hogs dengan 0,5 m3. Pada suhu ambien di Taiwan, jika waktu penyimpanan hidrolik selama 12 hari, BOD biasanya turun menjadi 70-85% dan kandungan SS menjadi 80-90%.
• Aerobic Treatment. Perlakuan limbah hog pada separator liquid-solid dan RMP bag digestor biasanya cukup untuk menemukan standart sanitasi. Jika tidak, aliran (effluent) selanjutnya dilakukan secara aerobik. Perlakuan aerobik meliputi aktivasi sludge, parit oksidasi, dan kolam aerobik. Rata-rata BOD dan SS dari effluent setelah perlakuan adalah sekitar 200-800 ppm. Setelah perlakuan aerobik, BOD dan SS akan turun pada level standar yang memenuhi standart dari kumpulan air limbah oleh aturan pencegahan polusi air. BOD maksimum air limbah dari suatu peternakan besar dengan lebih dari 1000 ekor babi adalah 200 ppm, sedangkan untuk peternakan kecil BOD yang diijinkan 400 ppm.

Pemanfaatan Limbah Ternak
Pelbagai manfaat dapat dipetik dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002).

Limbah Ternak Sebagai Bahan Pakan dan Media Tumbuh
Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan sekitar 46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses mengandung 77 zat atau senyawa, namun didalamnya terdapat senyawa toksik untuk ternak. Untuk itu pemanfaatan limbah ternak sebagai makanan ternak memerlukan pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia juga telah banyak diteliti sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang difermentasi secara anaerob (Prior et al., 1986).
Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan organik lain, seperti feses 50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah organik pasar 50%, maupun feses 50% + isi rumen 50% (Farida, 2000).

Limbah Ternak Sebagai Penghasil Gasbio
Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986).
Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989). Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Menurut Maramba (1978) produksi gasbio sebanyak 1275-4318 I dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari.
Bahan gasbio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran hewan (manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil gasbio dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et al., 1980). Perbandingan kisaran komposisi gas dalam gasbio antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi gas dalam gasbio (%) antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian
Jenis Gas Kotoran Sapi Campuran Kotoran Ternak dan Sisa Pertanian
Metan (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Karbonmonoksida (CO)
Oksigen (O2)
Propen (C3H8)
Hidrogen sulfida (H2S)
Nilai kalor (kkal/m3) 65.7
27.0
2.3
0.0
0.1
0.7
Tidak terukur
6513 54 – 70
45 – 27
0.5 – 3.0
0.1
6.0
-
sedikit sekali
4800 - 6700
Sumber : Harahap et al. (1978).

Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat salah satu contoh bagan perombakan serat kasar (selulosa) hingga terbentuk gasbio (Gambar 2).

Sedangkan bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam ketiga fase di atas terdiri dari :
1. Bakteri pembentuk asam (Acidogenic bacteria) yang merombak senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu berupa asam organik, CO2, H2, H2S.
2. Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic bacteria) yang merubah asam organik, dan senyawa netral yang lebih besar dari metanol menjadi asetat dan hidrogen.
Bakteri penghasil metan (metanogens), yang berperan dalam merubah asam-asam lemak dan alkohol menjadi metan dan karbondioksida. Bakteri pembentuk metan antara lain Methanococcus, Methanobacterium, dan Methanosarcina.

Limbah Ternak Sebagai Pupuk Organik
Di negara China tidak jarang dapat dilihat pembuangan limbah peternakan disatukan penampungannya dengan limbah manusia, untuk kemudian dijadikan pupuk organik tanaman hortikultura. Selain itu ada juga yang mencampurnya dengan lumpur selokan, untuk kemudian digunakan sebagai pupuk. Sebanyak 8-10 kg tinja yang dihasilkan oleh seekor sapi per hari dapat menghasilkan pupuk organik atau kompos 4-5 kg per hari (Haryanto, 2000 dalam www.bangnak.ditjennak.go.id).
Farida (2000) mengungkapkan bahwa produksi kokon tertinggi diperoleh dari pemanfaatan 50 % limbah feces sapi yang dicampur dengan 50% limbah organik rumah tangga, yang bermanfaat untuk dijadikan pupuk organik.

Manfaat Limbah Ternak Lainnya
Di India dengan adanya tinja sapi sebanyak 5 kg perekor dan kerbau 15 kg perekor, oleh pemerintah India disarankan untuk dihasilkannya dung cake (briket) secara massal sebagai sumber energi (Jha, 2002). Dilaporkan dari percobaan Basak and Lee (2001) bahwa tinja sapi yang segar pada perbandingan 1:2 mampu mengendalikan (100%) patogen cendawan akar mentimun (Cucumis sativus L.) dari serangan root rot oleh Fusarium solani f.sp. cucurbitae Synder and Hansen, dan layu oleh Fusarium oxysporum f.sp. cucumerinum Owen. Tinja sapi kemungkinan memiliki mekanisme pertahanan dan memberikan perlindungan pada bagian leher tanaman.

Kesimpulan
1. Ekskreta ternak ruminansia berpeluang mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan. Namun memperhatikan komposisinya, ekskreta masih dapat dimanfaatkan lagi sebagai bahan pakan, pupuk organik, gas bio, dan briket energi.
2. Pemanfaatan limbah ternak akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan (air, tanah, udara).

DAFTAR PUSTAKA

Basak A B and Lee M W. Efficacy of cow dung in controlling root rot and Fusarium wilt diseases of cucumber plants. http://plantpath.snu.ac.kr/ic2001/abstract.html (dikunjungi 6 Maret 2003).

Chantalakhana Ch and Skunmun P. 2002. Sustainable Smallholder Animal System in the Tropics. Kasetsart University Press, Bangkok.

Crutzen P J, Aselman I and Seiler W. 1986. Methane production by domestic animals, wild ruminant, other herbivorous fauna, and humans. Tellus 38B:271-284.

Dyer L A. 1986. Beef Cattle. In Cole and Brander Ed.: Ecosystem of the world 21-Bioindustrial Ecosystem. Elsevier, New York.

FAO. 1978. China: Azolla Propagation and Small-Scale Biogas Technology. Roma, Italy.

Farida E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor.

Harahap F M, Apandi dan Ginting S. 1978. Teknologi Gasbio. Pusat Teknologi Pembangunan Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Hardjoutomo S. 1999. Tuberkulosis sapi dan peranannya bagi peternakan sapi di Indonesia dalam Journal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 18 (2) http://pustaka.bogor.net/publ/jp3/html/jp182994.htm - (dikunjungi 6 Maret 2003).

http://www.bangnak.ditjennak.go.id/bang-swt.htm. Pengembangan Usaha Kompos / Pupuk Organik. (dikunjungi 6 Maret 2003).

Jha, L.K. 2002. Cowdung polluting Yamuna in The Hindu, 21 February 2002 dalam http://www.hinduonnet.com/2002/02/21/stories/2002022105000300.htm (dikunjungi 6 Maret 2003).

Lingaiah V. and Rajasekaran P. 1986. Biodigestion of cowdung and organic wastes mixed with oil cake in relation to energy in Agricultural Wastes 17(1986): 161-173.
Maramba F D. 1978. Biogas and Waste Recycling. Maya Farm. Manila, Philippines.

Meegan M E, Conroy R M, Lengeny S O, Renhault K, Nyangole J. 2001. Effect on neonatal tetanus mortality after a culturally-based health promotion programme in Lancet (2001) 358:640-641 (http://www.elsevier.com/locate/lancet dikunjungi 6 Maret 2003).

Prior R L, Hashimoto A G, Crouse J D, and Dikeman M E. 1986. Nutritional value of anerobically fermented beef cattle wastes as a feed ingredient for livestock: growth and carcass traits of beef cattle and sheep fed fermentor biomass in Agricultural Wastes 17(1986): 23-27.

Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor.

Simamora S. 1989. Pengelolaan Limbah Peternakan (Animal Waste Management). Teknologi Energi Gasbio. Fakultas Politeknik Pertanian IPB. Bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen P dan K.

Soeharsono, 2002. Anthrax sporadik, tak perlu panik. Dalam kompas, 12 September 2002, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/12/iptek/anth29.htm (dikunjungi 6 Maret 2003).

Suryahadi, Nugraha A R, Bey A, dan Boer R. 2000. Laju konversimetan dan faktor emisi metan pada kerbau yang diberi ragi tape lokal yang berbeda kadarnya yang mengandung Saccharomyces cerevisiae. Ringkasan Seminar Program Pascasarjana IPB.

Wibowomoekti P S. 1997. Kandungan Salmonella spp. dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan (Studi Kasus RPH Cakung, Jakarta). Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Makalah Manajemen Ternak Perah

MEMELIHARA TERNAK SAPI PERAH ( Bos sp. )

BAB I PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Susu sebagai salah satu produk peternakan merupakan sumber protein hewani yang semakin dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan susu tersebut dilakukan peningkatan populasi, produksi dan produktifivitas sapi perah. Untuk itu bibit sapi perah memegang peranan penting dalam upaya pengembangan pembibitan sapi perah. Saat ini sebagian peternakan sapi perah telah dikelola dalam bentuk usaha peternakan sapi perah komersial dan sebagian lagi masih berupa peternakan rakyat yang dikelola dalam skala kecil, populasi tidak terstruktur dan belum menggunakan sistem breeding yang terarah, walaupun dalam hal manajemen umumnya telah bergabung dalam koperasi, namun masih sederhana sehingga bibit ternak yang dihasilkan kurang dapat bersaing. Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. Untuk itu pemerintah berkewajiban membina dan menciptakan iklim usaha yang mendukung usaha pembibitan sapi perah sehingga dapat memproduksi bibit ternak untuk memenuhi kebutuhan jumlah dan mutu sesuai standar, disamping pemberian fasilitas bagi peningkatan nilai tambah produk bibit seperti antara lain pemberian sertifikat.
Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

2.Sentra Peternakan
Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari).

BAB II PEMBAHASAN

1.Jenis Sapi Perah

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu
1)Kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta
2)Kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia).Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.

2.Manfaat Ternak Sapi
Peternakan sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang dimanfaatkan untuk industri dan pupuk kandang sebagai salah satu sumber organik lahan pertanian.

3.Persyaratan Lokasi Peternakan
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

4.Pedoman Teknis Budidaya

1.Penyiapan Sarana dan Peralatan
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.
Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.
Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

2.Pembibitan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah:
- produksi susu tinggi,
- umur 3,5 - 4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
- berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai eturunan produksi susu tinggi,
- bentuk tubuhnya seperti baji,
- matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat,
- ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelokkelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
- tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
- tiap tahun beranak.

Sementara calon induk yang baik antara lain:
- berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi,
- kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
- jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar,
- pertumbuhan ambing dan puting baik,
- jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta
- sehat dan tidak cacat.

Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
- umur sekitar 4- 5 tahun,
- memiliki kesuburan tinggi,
- daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya,
- berasal dari induk dan pejantan yang baik,
- besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik,
- kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat,
- muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar,
- paha rata dan cukup terpisah,
- dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar,
- badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta
- sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada ketrunannya.
1)Pemilihan bibit dan calon induk
Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan.Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya.
2)Perawatan bibit dan calon induk
Seluruh sapi perah dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan temperamennya.
3)Sistim Pemuliabiakan
Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk mengurangi risiko kesulitan lahir dan baru setelah menghasilkan anak satu dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.

3.Pemeliharaan
Sanitasi dan Tindakan PreventifPada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.

4.Perawatan Ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar).Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.

5.Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a)sistem penggembalaan (pasture fattening)
b)kereman (dry lot fattening)
c)kombinasi cara pertama dan kedua.
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari.Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari.Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.

6.Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar.Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

5.Hama Dan Penyakit

Penyakit
a.Penyakit antraks
Penyebab:
Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala:
(1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar;
(2) gangguan pernafasan;
(3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul;
(4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina;
(5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah;
(6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.

b.Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab:
virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala:
(1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening;
(2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis;
(3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali;
(4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.

3.Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab:
bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala:
(1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan;
(2) leher, anus, dan vulva membengkak;
(3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua;
(4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.

4.Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala:
(1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh;
(2) kulit kuku mengelupas;
(3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit;
(4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
A.Pencegahan Serangan
Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.

6.Panen

1.Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina.
2.Hasil Tambahan
Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.

7.Analisis Ekonomi Budidaya Tanaman

1.Analisis Usaha Budidaya
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya.Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini.Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5- 4% dari bahan kering.

2.Gambaran Peluang Agribisnis
Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan ratarata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansiinstansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan pola PIR diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. [ ]. Pedoman beternak sapi perah. Purwokerto, Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 2 hal. (brosur).
_______ 1983. Petunjuk cara-cara penggunaan obat-obatan ternak. Samarinda, Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 12 hal.
_______ 1988. Kondisi peternakan sapi perah dan kualitas susu di pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.
_______ 1988. Pemerahan, satu faktor penentu jumlah air susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
Bandini, Yusni. 1997. Sapi Bali. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.
Djaja, Willian. 1988. Hidup bersih dan sehat di peternakan sapi perah. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 25-26.
Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43 hal.
Ginting, Eliezer. 1988. Bimbingan dan penyuluhan usaha sapi perah rakyat di Jawa Timur. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 27-33.
Hermanto. 1988. Bagaimana cara penanganan sapi perah pada masa kering? Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 24-25.
Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan ternak sapi. Jakarta, PT. Media: 1-38; 133.

Kamis, 26 Maret 2009

MENGENAL POTENSI LAMTORO HIBRIDA F1 SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK

Lamtoro(Lucaena leuchocephala) merupakan tanaman legume pohon serba guna, berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat petani di Nusa Tenggara Barat. Lamtoro umumnya ditanam sebagai tanaman pagar dan tanaman pelindung untuk tanaman komersial. Sebagian masyarakat memanfaatkan buah dan daun muda untuk sayur. Daunnya dipergunakan sebagai pakan ternak dan batangnya dimanfaatkan sebagai ramuan rumah dan kayu bakar.

Lamtoro mempunyai sistem perakaran yang dalam dan berumur panjang, mencapai 50 tahunan sehingga sangat cocok dipergunakan sebagai tanaman pagar dan pelidung karena tidak menggangu pada tanaman pokok, menghemat biaya dan tenaga dari pembuatan pagar berulang-ulang. Perakaran yang dalam juga menyebabkan lamtoro sangat tahan kekeringan dan tetap hijau dan bertunas selama musim kering, sehingga sangat cocok sebagai sumber hijauan pakan ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba.

Sebagai pakan ternak, lamtoro mempunyai kualitas yang tinggi dan relatif sama dengan jenis legum pohon lainnya seperti Turi (Sesbania grandiflora), Gamal (Gliricidia sepium) dan Kaliandra (Calliandra calotthyrsus). Produksi hijauannya cukup tinggi bervariasi sesuai dengan tingkat kesuburan tanah, jarak tanam dan curah hujan. Daun dan batang muda sangat disukai ternak. Kandungan protein, mineral, dan asam amino yang seimbang, mempunyai serat kasar yang relatif sedikit dan kandungan tanin yang rendah. Kandungan tanin rendah (CT 6%) memberikan nilai tambah, dibandingkan legume pohon yang lain karena dapat berfungsi melindungi perombakan protein yang berlebihan di dalam rumen (by-pass protein) sehinga jumlah protein yang dapat diserap (retensi N) di usus halus lebih tinggi. Pemberian lamtoro sebagai suplement terhadap pakan yang berkualitas rendah seperti rumput kering, sisa hasil pertanian dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan dari pakan berkualitas rendah, hal ini disebabkan karena lamtoro dapat mencukupi kebutuhan mikrobia rumen untuk hidup dan melakukan aktifitasnya di dalam rumen.

Namun demikian keunggulan lamtoro tersebut menjadi tidak berarti dengan terjadinya serangan hama kutu loncat (Heteropsylla cubana Crawford) pada awal tahun 1980an yang menghisap batang muda dan menyebabkan tanaman menghitam dengan kerusakan daun mencapai 95%. Pada tingkat serangan berat menyebabkan laju pertumbuhan tanaman berhenti dan mati. Palmer et al. (1989) melaporkan pada beberapa daerah di Indonesia timur serangan kutu loncat menurunkan produksi hijauan sampai 38%. Introduksi predator pemangsa kutu loncat yang dilakukan sejak terjadinya serangan kutu loncat hingga sekarang belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini menyebabkan penyebaran lamtoro sebagai tanaman serbaguna menurun dan sebagian masyarakat menemukan tanaman lamtoro yang terserang kutu loncat kurang disukai ternak.

Serangan kutu loncat umumnya terjadi pada pertengahan dan akhir musim hujan dimana temperatur dan kelembaban udara memungkinkan kutu loncat berbiak dengan cepat. Siklus hidup kutu loncat dari telur sampai dewasa berkisar antara 10-20 hari dan populasinya dapat berkembang menjadi dua kali lipat dalam tiga hari, namun pada temperatur 330 C ke atas perkembangbiakannya terhambat dan daya rusaknya terhadap daun berkurang (Mullen et al., 1998).

Tingginya serangan kutu loncat pada tanaman lamtoro disebabkan oleh rendahnya variasi tanaman lamtoro yang dibudidayakan. Pada umumnya lamtoro yang dikembangkan berasal dari satu species, L. leucochepala, yang tidak jarang diperbanyak dari satu tanaman induk. Genus Leucaena sedikitnya terdiri dari 22 species, 6 sub species dan 2 hibrida alami (Hughes, 1998). Lamtoro merupakan tanaman yang dapat melakukan penyerbukan sendiri sehingga sangat miskin terhadap variasi genetik. Hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya serangan kutu loncat secara merata. Insekta ini tidak membutuhkan adaptasi sebelum menyerang inangnya karena inangnya merupakan lamtoro yang secara genetik sama.

Persilangan merupakan alternatif yang dapat mengembalikan potensi lamtoro sebagai tanaman serbaguna. Uji coba persilangan sudah banyak dilakukan dengan mengawinkan jenis lamtoro yang tahan terhadap serangan kutu loncat seperti L. pallida, L. difersifolia, L. collinsi dll dengan L. leucocephala. Lamtoro hibrida KX2 F1 merupakan salah satu lamtoro jenis baru yang dikembangkan oleh Charles Sorensson dari Universitas Hawai merupakan turunan dari L. leucocephala K363 x L. pallida K748 yang dapat beradaptasi terhadap berbagai iklim dan jenis tanah kecuali tanah dengan tingkat keasaman tinggi, tahan terhadap kutu loncat dan produksi biomass tinggi. KX2 ini sangat potensial dikembangkan sebagai tanaman legume serba guna pengganti lamtoro yang tidak tahan terhadap kutu loncat.

KX2 mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan tanaman lamtoro (L. leucocephala) antara lain; tahan terhadap serangan kutu loncat, hasil pengamatan di kebun percobaan BPTP NTB Sandubaya pada bulan Februari 2002, tanaman ini menunjukkan tingkat serangan dengan score kurang dari satu sementara lamtoro lokal menderita serangan sedang dengan score berkisar 3-4 (Score 1-9). Serangan padatingkat sedang jika tidak diatasi dapat menurunkan produksi hijauan lebih dari 50% (Mullen et al., 1998).

Tingkat pertumbuhan tinggi, hasil pengamatan di kebun percobaan BPTP NTB, KX2 pada umur 4 bulan (Juni 2002) rata-rata tinggi tanaman mencapai 3,5 meter. Tingkat ketahanan terhadap kutu loncat kelihatannya memberikan pengaruh positip terhadap pertumbuhan. Kecepatan pertumbuhan yang tinggi membuat tanaman lamtoro KX2 sangat cocok digunakan sebagai tanaman pagar, karena dalam waktu relatif singkat diharapkan dapat membentuk pagar yang kokoh.

Produksi biji rendah dan steril, salah satu faktor penghambat perluasan pemanfaatan lamtoro selama ini adalah potensinya yang sangat besar sebagai gulma. Pada umumnya lamtoro merupakan tanaman penghasil biji yang sangat banyak sehingga cenderung mengganggu lahan pertanian yang dikelola secara intensif. Lamtoro KX2 cenderung tidak berbiji dan jika ada cenderung steril sehingga dipastikan tidak akan menggangu lahan pertanian yang dikelola secara intensif. Dengan luas pemilikan lahan yang sangat kecil dan pengelolaan yang intensif integrasi tanaman lamtoro KX2 pada sistem usahatani yang dapat memberikan nilai tambah yang cukup signifikan.

Produksi hijauan KX2 dapat mencapai empat kali lebih tinggi dari tanaman lamtoro biasa (Brewbaker dan Sun, 1996) pada tingkat serangan sedang. Produksi biomas yang tinggi dan stabil sepanjang tahun dilaporkan oleh Gabunada dan Stur (1998). Produksi hijauan yang tinggi selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk hijau terlebih lagi sebagai sumber pakan ternak. Produksi hijauan yang tinggi dan stabil merupakan salah satu keunggulannya dalam hal penyediaan hijauan pakan yang secara langsung dapat menurunkan tingkat kesulitan petani mencari pakan terutama pada musim kering. KX2 juga dilaporkan tahan terhadap pemangkasan yang teratur dengan tingkat kematian kurang dari 5%. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa KX2 merupakan tanaman yang cocok dan potensial sebagai penyedia hijauan pakan (Mullen dan Shelton, 1998).

Sebagai sumber pakan KX2 mempunyai kandungan protein kasar (PK) 31% , tingkat kecernaan invitro (IVDMD) 61%, Neutral Detergent Fibre (NDF) 19% dan kandungan tanin yang dapat diekstraksi (extractable CT) 4.1% (Shelton, 1998). Kandungan tanin yang lebih rendah dibandingkan lamtoro biasa merupakan salah satu keunggulan KX2 yang dapat meningkatkan optimasi penyerapan protein (N retensi) pada usus halus. Uji palatabilitas di Australia, Philipina, dan Honduras pada ternak sapi menunjukkan bahwa KX2 sangat palatabel atau disukai ternak (Faint et al., 1998).

Pengembangbiakan merupakan kendala penyebaran KX2 dimana sebagian besar biji yang dihasilkan adalah steril. Alternatif penyebaran yang dapat dilakukan di tingkat petani adalah dengan melakukan pembiakan vegetatif menggunakan stek, namun tingkat keberhasilan stek sangat bervariasi. Hasil sementara di kebun percobaan BPTP NTB di Sandubaya masih relatif rendah (<28%),

oleh : Tanda Sahat Panjaitan(BPTP NTB)

PENANGANAN LIMBAH PETERNAKAN.

Latar Belakang Biogas

Bahan baker untuk keperluan industri atau rumah tangga baik yang berasal dari minyak bumi maupun bahan baker lainnya seperti batubara, kayu baker, arang dan lain-lainmakin lama makin langka hal ini disebabkan oleh meningkatnya perkembangan jumlah penduduk, kemajuan tehnologi, dan perkembangan industri yang menguras berbagai macam sumber energi.
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari fermentasi feses (kotoran) ternak misalnya sapi, kerbau, babi, kambing ayam dan lainnya.

Latar Belakang Kompos

Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan organic seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos yangh digunakan sebagai pupuk disebut juga pupuk organik.
Fermentasi kandungan unsure hara dalam pupuk organik relative lebih tinggi sehingga petani cenderung menggunakan pupuk ini. Namun belakangan ini harga pupuk organik seperti urea, TSP, dan KCL semakin meningkat harganya. Hal ini tentu saja menambah biaya bagi petani yang menggunakan pupuk tersebut.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara atau teknik dasar dalam pembuatan pupuk organik ataupun biogas, sehingga cara-cara tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Manfaat Praktikum

Dengan adanya praktikum ini mahasiswa (i) dapat mengetahui bagaimana teknik dasar dalam pembuatan biogas maupun kompos, sehingga mahasiswa akan lebih terampil dalam penanganan limbah-limbah peternakan. Dengan adanya praktikum tersebut diharapkan para mahasiswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-harinya.

Metode Pembuatan Biogas
Bahan
1.Feses (kotoran) sapi.
2.Air
Alat-Alat
1.Jerigen.
2.Selang.
3.Baskom.
4.Gelas Plastik
5.Lilin/ Sabun.
6.Ember ukuran 8-10 liter.
7.Gayung.
Cara Kerja
1.Feses sapi dimasukkan kedalam ember sesuai dengan takaran yang sudah ditentukan kemudian dicampurkan dengan air sebanyak 8 liter.
2.Feses sapid dan air diaduk sampai merata sampai feses tersebut benare-benar mencair.
3.Feses sapi yang telah cair tadi dimasuikkan kedalam jerigen yang telah disediakan, kemudian jerigen tersebut ditutup rapat. Tutup jerigen dilubangi dan dihubungkan dengan selang plastic, untuk mencegah kebocoran pada lubang tersebut ditempelkan sabun cream ataupun lilin.
4.Untuk mengetahui ada tidaknya gas yang dihasilkan, selang yang telah dihubungkan dengan jerigen tersebut dihubungkan dengan cangkir plastic yang ditempatkan dalam baskom yang telah diisi penuh dengan air.
5.Kemudian pengamatan dilakukan setiap hari sambil mengukur tekanan udara/gas yang ada didalam cangkir tersebut.

Metode Pembuatan Pupuk Organik
Bahan
1.Pupuk Kandang 15 kg
2.Jerami 400 gr
3.Sekam Padi 500 gr
4.Dedak Halus 40 gr
5.Kapur 200 gr
Alat-Alat
1.Cangkul
2.Ember
3.Karung

Cara Pembuatan Kompos
1.Bahan-bahan yang tersebut diatas telah disiapkan pada tempat yang teduh dan ternaungi pada lantai semen.
2.Pupuk kandang ditaburkan pada lantai semen, kemudian ditaburkan sekam, dedak, dan kapur, kemudian ditambahkan dengan EM4 dan air sebanyak 2 liter.
3.Bahan-bahan tersebut diaduk samapai merata, kemudian ditempatkan pada satu tempat dan ditutup dengan karung plastic, sehingga udara dari luar tidak dapat masuk.
4.Pada hari ketiga kompos dilakuklan pembalikan kembali sambil melakukan pengukuran suhu, kemudian kompos tersebut ditutup kembali sampai rapat.
5.Pembukaan penutup pada kompos dilakukan pada hari ke-9.

Rabu, 25 Maret 2009

Produksi Ternak Perah

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.

Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi susu pada Ternak Sapi Perah

1. Bangsa Sapi
Brown Swiss dan Holstein produksi susunya lebih banyak dari pada Jersey dan Guernsey. Brown Swiss dan Holstein kadar lemaknya lebih sedikit dari pada Jersey dan Guernsey.

2. Individu
menurut seorang ahli ternak perah "Ismener" menyatakan setiap individu pada sapi perah yang sama mempunyai perbedaan memproduksi air susu dan lemak. Sapi dari satu bangsa Variasi dalam jumlah produksinya lebih besar dari pada kadar lemaknya.

3. Stadium Laktasi
a. Hari-hari pertama setelah beranak (kolostrum)
Lama-kelamaan kolostrum menjadi susu. Beda kolostrum dengan susu yaitu kolostrum memiliki kandungan kasein dan albumin yang tinggi, sedangkan susu mengandung air, lemak, dan laktosa rendah.
b. Kandungan produksi berangsur-angsur naik, pada bulan kedua sampai ke tiga sedikit berkurang sampai pada akhirnya habis masa laktasi.
c. Turunya jumlah produksi pada umumnya disertai dengan kenaikan kadar lemaknya.

4. Umur Sapi
Produksi meningkat pada laktasi ke 3, 4, 5 (umur 6-8 th) sedangkan kadar lemak akan meningkat pada laktasi ke 1,3, dan 4. Pada sapi–sapi yang mempunyai tubuh besar umumnya produksinya tinggi.

5. Masa Birahi dan Bunting
Birahi : Produksi susu turun, kadar lemak turun dan Bj naik, komposisi susu menyerupai klostrum tetapi sifatnya sementara
Bunting : Pada bulan –bulan pertama masa kebuntingan tidak nyata lebih-lebih jika pakan cukup. Pertengahan masa bunting mulai kelihatan. Pada masa bunting ke 7/8 prodksi susunya turun.

6. Perode Kering
Masa kering 6-8 minggu, makin lama masa kering makin besar produksinya pada masa laktasi berikutnya karena mempunyai waktu yang cukup untuk memperbaiki kondisi tubuhnya.

7. Makanan
Dibutuhkan makanan ynag cukup memenuhi syarat, makanan yang berlebihan tidak akan meningkatkan produksi susu sedangkan makakan yang kurang akan menimbulkan gangguan produksi susu.

8. Lingkungan
Produksi susu akan turun pada suhu lebih dari 85 derajat fahrenheiit untuk Holstein dan Brown Swiss, suhu 90-95 derajat Fahrenheit untuk Brahman temperature optimum adalah 50 derajat Fahrenheit.

9. Penyakit
Mastitis akan menyebabkan produksi turun, komposisi menjadi encer dan kadar lemak turun.

10. Waktu Pemerahan
Pemerahan akan dilakukan 2 kali dalam 24 jam yaitu jam 4 pagi dan jam 12 siang. Waktu sementara antara kedua pemerahan adalah untuk pagi hari jam 4 pagi sampai siang jam 12, yaitu 6 jam. Sedangkanuntuk sore pukul 12.00-16.00 sehingga diperoleh waktu istirahat 16 jam. Kelenjar susu bekerja lebih lama sehingga diperoleh hasil yang lebih banyak kuantitasnya.

11. Pergantian Pemerah
Pergantian tukang perah yang mendadak akan mengurangi produksi susu, apalagi jika tukang perah susu tersebut baru pertama kali bekerja maka sapi tidak akan tenang sehingga produksi susu turun.

12. Cara Memerah
Cara memerah susu harus sampai kosong, sebab jika tidak sempurna dalam memerah maka tertinggal dan menyebabkan kadar lemak susu akan rendah.